Rabu, 31 Maret 2010

pendidikan kewarganegaraan

2.Geopolitik Indonesia
Indonesia menganut paham negara kepulauan berdasar ARCHIPELAGO CONCEPT yaitu laut sebagai penghubung daratan sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai Tanah Air dan ini disebut negara kepulauan.
Wilayah perairan laut Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
a. Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam (laut nusantara). Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya Unclos 1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia.
Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan keamanan

Kamis, 18 Maret 2010

pendidikan kewarganegaraan

Bab II
WAWASAN NUSANTARA
A. LATAR BELAKANG dan PENGERTIAN
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb)
memerlukan suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat
bersatu guna memelihara keutuhan negaranya.
Suatu bangsa dalam menyelengarakan kehidupannya tidak
terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas
hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa,
idiologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial
masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta
pengalaman sejarah .
Upaya pemerintah dan rakyat menyelengarakan
kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan
Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup,
keutuhan wilayah serta jati diri.
Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas
(mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan
dapat diartikan cara pandang atau cara melihat.
Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan
lingkungan strategik sehinga wawasan harus mampu memberi
inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai
hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar
kejayaanya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor
penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia / rakyat
3. Lingkungan
Wawasan Nasional adalah cara pandang suatu bangsa yang
telah menegara tentang diri dan lingkungannya dalam
eksistensinya yang serba terhubung (interaksi & interelasi) serta
pembangunannya di dalam bernegara di tengah-tengah
lingkungannya baik nasional, regional, maupun global.
B. LANDASAN WAWASAN NASIONAL
Wawasan nasional dibentuk dan dijiwai oleh paham
kekuasaan dan geopolitik yang dianut oleh negara yang
bersangkutan.
1. Paham-paham kekuasaan
a. Machiavelli (abad XVII)
Dengan judul bukunya The Prince dikatakan sebuah negara
itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil:
1. Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala
cara dihalalkan
2. Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba
(devide et empera) adalah sah.
3. Dalam dunia politik,yang kuat pasti dapat bertahan dan
menang.
b. Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang
yang mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional.
Napoleon berpendapat kekuatan politik harus didampingi dengan
kekuatan logistik dan ekonomi, yang didukung oleh sosial budaya
berupa ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa untuk
membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam menduduki dan
menjajah negara lain.
c. Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga
sampai Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara
kekaisaran Rusia. Dia menulis sebuah buku tentang perang yang
berjudul “Vom Kriegen” (tentang perang). Menurut dia perang
adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat dia perang sah-sah
saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d. Fuerback dan Hegel (abad XVII)
Paham materialisme Fuerback dan teori sintesis Hegel
menimbulkan aliran kapitalisme dan komunisme. Pada waktu itu
berkembang paham perdagangan bebas (Merchantilism). Menurut
mereka ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah
seberapa besar surplus ekonominya, terutama diukur dengan
seberapa banyak emas yang dimiliki oleh negara itu.
e. Lenin (abad XIX)
Memodifikasi teori Clausewitz dan teori ini diikuti oleh Mao
Zhe Dong yaitu perang adalah kelanjutan politik dengan cara
kekerasan. Perang bahkan pertumpahan darah/revolusi di negara
lain di seluruh dunia adalah sah, yaitu dalam rangka
mengkomuniskan bangsa di dunia.
f. Lucian W. Pye dan Sidney
Tahun 1972 dalam bukunya Political Cultural dan Political
Development dinyatakan bahwa kemantapan suatu sistem politik
hanya dapat dicapai apabila berakar pada kebudayaan politik
bangsa ybs. Kebudayaan politik akan menjadi pandangan baku
dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya.
Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak
semata-mata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga
harus menghayati kondisi subyektif psikologis sehingga dapat
menempatkan kesadaran dalam kepribadian bangsa.
2. Teori–teori geopolitik (ilmu bumi politik)
Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala politik
dari aspek geografi. Teori ini banyak dikemukakan oleh para
sarjana seperti :
a. Federich Ratzel
1. Pertumbuhan negara dapat dianalogikan (disamakan/mirip)
dengan pertumbuhan organisme (mahluk hidup) yang
memerlukan ruang hidup, melalui proses lahir, tumbuh,
berkembang, mempertahankan hidup tetapi dapat juga
menyusut dan mati.
2. Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh
kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang
makin memungkinkan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang).
3. Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul
yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4. Semakin tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhan atau
dukungan sumber daya alam. Apabila tidak terpenuhi maka
bangsa tsb akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan
alam diluar wilayahnya (ekspansi).
Apabila ruang hidup negara (wilayah) sudah tidak
mencukupi, maka dapat diperluas dengan mengubah batas
negara baik secara damai maupun dengan kekerasan/perang.
Ajaran Ratzel menimbulkan dua aliran :
-menitik beratkan kekuatan darat
-menitik beratkan kekuatan laut
Ada kaitan antara struktur politik/kekuatan politik dengan
geografi disatu pihak, dengan tuntutan perkembangan atau
pertumbuhan negara yang dianalogikan dengan organisme
(kehidupan biologi) dilain pihak.
b. Rudolf Kjellen
1. Negara sebagai satuan biologi, suatu organisme hidup. Untuk
mencapai tujuan negara, hanya dimungkinkan dengan jalan
memperoleh ruang (wilayah) yang cukup luas agar
memungkinkan pengembangan secara bebas kemampuan dan
kekuatan rakyatnya.
2. Negara merupakan suatu sistem politik/pemerintahan yang
meliputi bidang-bidang: geopolitik,ekonomipolitik, demopolitik,
sosialpolitik dan kratopolitik.
3. Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar,
tetapi harus mampu swasembada serta memanfaatkan
kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan
kekuatan nasional.
c. Karl Haushofer
Pandangan Karl Haushofer ini berkembang di Jerman di
bawah kekuasan Aldof Hitler, juga dikembangkan ke Jepang dalam
ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan
fasisme. Pokok– pokok teori Haushofer ini pada dasarnya
menganut teori Kjellen, yaitu sebagai berikut :
1. Kekuasan imperium daratan yang kompak akan dapat mengejar
kekuasan imperium maritim untuk menguasai pengawasan
dilaut
2. Negara besar didunia akan timbul dan akan menguasai Eropa,
Afrika, dan Asia barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia
timur raya.
3. Geopulitik adalah doktrin negara yang menitik beratkan pada
soal strategi perbatasan. Geopolitik adalah landasan bagi
tindakan politik dalam perjuangan kelangsungan hidup untuk
mendapatkan ruang hidup (wilayah).
d. Sir Halford Mackinder (konsep wawasan benua)
Teori ahli Geopolitik ini menganut “konsep kekuatan”. Ia
mencetuskan wawasan benua yaitu konsep kekuatan di darat.
Ajarannya menyatakan ; barang siapa dapat mengusai “daerah
jantung”, yaitu Eropa dan Asia, akan dapat menguasai “pulau
dunia” yaitu Eropa, Asia, Afrika dan akhirnya dapat mengusai
dunia.
e. Sir Walter Raleigh dan Alferd Thyer Mahan (konsep wawasan
bahari)
Barang siapa menguasai lautan akan menguasai
“perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai
“kekayaan dunia” sehinga pada akhirnya menguasai dunia.
f. W.Mitchel, A.Seversky, Giulio Douhet, J.F.C.Fuller (konsep
wawasan dirgantara)
Kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Kekuatan
di udara mempunyai daya tangkis terhadap ancaman dan dapat
melumpuhkan kekuatan lawan dengan penghancuran dikandang
lawan itu sendiri agar tidak mampu lagi bergerak menyerang.
g. Nicholas J. Spykman

Teori daerah batas (rimland) yaitu teori wawasan kombinasi,
yang menggabungkan kekuatan darat, laut, udara dan dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan keperluan dan kondisi suatu
negara.
C. Wawasan Nasional Indonesia
Wawasan nasional Indonesia dikembangkan berdasarkan
wawasan nasional secara universal sehingga dibentuk dan dijiwai
oleh paham kekuasaan dan geopolitik yang dipakai negara
Indonesia.
a. Paham kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi
Pancasila menganut paham tentang perang dan damai
berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih
cinta kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan nasional bangsa
Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu
kekuatan karena hal tersebut mengandung persengketaan dan
ekspansionisme.
b. Geopolitik Indonesia
Indonesia menganut paham negara kepulauan berdasar
ARCHIPELAGO CONCEPT yaitu laut sebagai penghubung daratan
sehingga wilayah negara menjadi satu kesatuan yang utuh sebagai
Tanah Air dan ini disebut negara kepulauan.
c. Dasar pemikiran wawasan nasional Indonesia
Bangsa Indonesia dalam menentukan wawasan nasional
mengembangkan dari kondisi nyata. Indonesia dibentuk dan dijiwai
oleh pemahaman kekuasan dari bangsa Indonesia yang terdiri dari
latar belakang sosial budaya dan kesejarahan Indonesia.
Untuk itu pembahasan latar belakang filosofi sebagai dasar
pemikiran dan pembinaan nasional Indonesia ditinjau dari :
1. Pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
Manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
mempunyai naluri, akhlak dan daya pikir, sadar akan
keberadaannya yang serba terhubung dengan sesama, lingkungan,
alam semesta dan dengan Penciptanya. Kesadaran ini
menumbuhkan cipta, karsa dan karya untuk mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidupnya dari generasi ke generasi.
Adanya kesadaran yang dipengaruhi oleh lingkungannya, manusia
Indonesia memiliki motivasi demi terciptanya suasana damai dan
tentram menuju kebahagiaan serta demi terselenggaranya
keteraturan dalam membina hubungan antar sesamanya.
Dengan demikian nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah
bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari dan kesadaran
bangsa Indonesia, termasuk didalam menggali dan
mengembangkan Wawasan Nasional.
Wawasan Nasional merupakan pancaran dari Pancasila
oleh karena itu menghendaki terciptanya persatuan dan kesatuan
dengan tidak menghilangkan ciri, sifat dan karakter dari
kebhinekaan unsur-unsur pembentuk bangsa (suku bangsa, etnis
dan golongan).
1. Pemikiran berdasarkan aspek kewilayahan
Dalam kehidupan bernegara, geografi merupakan suatu
fenomena yang mutlak diperhatikan dan diperhitungkan baik fungsi
maupun pengaruhnya terhadap sikap dan tata laku negara ybs.
Wilayah Indonesia pada saat merdeka masih berdasarkan
peraturan tentang wilayah teritorial yang dibuat oleh Belanda yaitu
“Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939” (TZMKO
1939), dimana lebar laut wilayah/teritorial Indonesia adalah 3 mil
diukur dari garis air rendah masing-masing pulau Indonesia.
TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia
sebab antara satu pulau dengan pulau yang lain menjadi terpisahpisah,
sehingga pada tgl. 13 Desember 1957 pemerintah
mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
b. Segala perairan disekitar, diantara dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara
Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya
adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah
daratan Indonesia.
b. Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapalkapal
asing dijamin selama dan sekedar tidak
bertentangan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan
negara Indonesia.
c. Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulaupulau
negara Indonesia.
Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya
lebih luas dari pada wilayah daratannya, maka peranan wilayah
laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan negara.
Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini
berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas
daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah
disepakati oleh PBB tahun 1982. Wilayah perairan laut Indonesia
dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona Laut Teritorial, zona
Landas kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
a. Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil
laut dari garis dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau
lebih menguasai suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang
dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik sama jauh dari garis
masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara garis
dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Garis dasar
adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung
pulau terluar.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya
sampai batas laut teritorial, tetapi mempunyai kewajiban
menyediakan alur pelayaran lintas damai baik di atas maupun di
bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian
diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4 Prp. 1960.
b. Zona Landas Kontinen
Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis
maupun morfologi merupakan lanjutan dari sebuah kontinen
(benua). Kedalaman lautnya kurang dari 150 meter. Indonesia
terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan kontinen
Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis
dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih
menguasai lautan di atas landasan kontinen, maka batas negara
tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai
kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di
dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur pelayaran
lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini
dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari
1969.
c. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut
ke arah laut terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam zona
ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat kesempatan pertama
dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona ekonomi
eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta
pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsipprinsip
Hukum Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas
zona ekonomi eksklusif antara dua negara yang bertetangga saling
tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang menghubungkan
titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai
batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui Konfrensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-
3 tahun 1982, pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan
Archipelago Concept negara Indonesia diakui dan dicantumkan
dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the Law of the
Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi Unclos 1982 melalui UU No.17
th.1985 dan sejak 16 Nopember 1993 Unclos 1982 telah diratifikasi
oleh 60 negara sehingga menjadi hukum positif (hukum yang
sedang berlaku di masing-masing negara).
Berlakunya UNCLOS 1982 berpengaruh dalam upaya
pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan seperti
bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas
Kontinen Indonesia.
Perjuangan tentang kewilayahan dilanjutkan untuk
menegakkan kedaulatan dirgantara yakni wilayah Indonesia secara
vertikal terutama dalam memanfaatkan wilayah Geo Stationery
Orbit (GSO) untuk kepentingan ekonomi dan pertahanan
keamanan.
Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang
daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah negara dan melekat
pada bumi dimana suatu negara mempunyai hak yurisdiksi. Ruang
daratan, ruang lautan dan ruang udara merupakan satu kesatuan
ruang yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia, telah
meratifikasi Konvensi Geneva 1944 (Convention on International
Civil Aviation) sehingga kita menganut pemahaman bahwa setiap
negara memiliki kedaulatan yang lengkap dan eksklusif terhadap
ruang udara di atas wilayahnya, dan tidak dikenal adanya hak lintas
damai. Jadi tidak satu pun pesawat udara asing diperbolehkan
melalui ruang udara nasional suatu negara tanpa izin negara yang
bersangkutan.

3. Pemikiran berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Budaya/kebudayaan secara etimologis adalah segala
sesuatu yang dihasilkan oleh kekuatan budi manusia.
Kebudayaan diungkapkan sebagai cita, rasa dan karsa (budi,
perasaan, dan kehendak).
Sosial budaya adalah faktor dinamik masyarakat yang
terbentuk oleh keseluruhan pola tingkah laku lahir batin yang
memungkinkan hubungan sosial diantara anggota-anggotanya.
Secara universal kebudayaan masyarakat yang
heterogen mempunyai unsur-unsur yang sama :
- sistem religi dan upacara keagamaan
- sistem masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan
- sistem pengetahuan
- bahasa
- keserasian
- sistem mata pencaharian
- sistem teknologi dan peralatan
Sesuai dengan sifatnya, kebudayaan merupakan warisan
yang bersifat memaksa bagi masyarakat ybs, artinya setiap
generasi yang lahir dari suatu masyarakat dengan serta merta
mewarisi norma-norma budaya dari generasi sebelumnya.
Warisan budaya diterima secara emosional dan bersifat
mengikat ke dalam (Cohesivness) sehingga menjadi sangat
sensitif.
Berdasar ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan
konstelasi geografi, masyarakat Indonesia sangat heterogen
dan unik sehingga mengandung potensi konflik yang sangat
besar, terlebih kesadaran nasional masyarakat yang relatif
rendah sejalan dengan terbatasnya masyarakat terdidik.
Besarnya potensi antar golongan di masyarakat yang
setiap saat membuka peluang terjadinya disintegrasi bangsa
semakin mendorong perlunya dilakukan proses sosial yang
akomodatif. Proses sosial tersebut mengharuskan setiap

kelompok masyarakat budaya untuk saling membuka diri,
memahami eksistensi budaya masing-masing serta mau
menerima dan memberi.
Proses sosial dalam upaya menjaga persatuan nasional
sangat membutuhkan kesamaan persepsi atau kesatuan cara
pandang diantara segenap masyarakat tentang eksistensi
budaya yang sangat beragam namun memiliki semangat untuk
membina kehidupan bersama secara harmonis.
4. Pemikiran berdasarkan aspek kesejarahan
Perjuangan suatu bangsa dalam meraih cita-cita pada
umumnya tumbuh dan berkembang akibat latar belakang
sejarah. Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit landasannya adalah
mewujudkan kesatuan wilayah, meskipun belum timbul rasa
kebangsaan namun sudah timbul semangat bernegara. Kaidahkaidah
negara modern belum ada seperti rumusan falsafah
negara, konsepsi cara pandang dsb. Yang ada berupa sloganslogan
seperti yang ditulis oleh Mpu Tantular yaitu Bhineka
Tunggal Ika.
Penjajahan disamping menimbulkan penderitaan juga
menumbuhkan semangat untuk merdeka yang merupakan awal
semangat kebangsaan yang diwadahi Boedi Oetomo (1908) dan
Sumpah Pemuda (1928)
Wawasan Nasional Indonesia diwarnai oleh pengalaman
sejarah yang menginginkan tidak terulangnya lagi perpecahan
dalam lingkungan bangsa yang akan melemahkan perjuangan
dalam mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional sebagai hasil kesepakatan bersama agar
bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.
D. Pengertian Wawasan Nusantara
1. Prof.Dr. Wan Usman

Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa
Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara
kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.
2. Kelompok kerja LEMHANAS 1999
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba
beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Sedangkan pengertian yang digunakan sebagai acuan
pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara sebagai geopolitik
Indonesia adalah:
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah
dengan tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam
setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan
nasional.
Landasan Wawasan Nusantara
Idiil => Pancasila
Konstitusional => UUD 1945
E. Unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat
serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta
aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi
kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan
kenegaraan dalam wujud supra struktur politik dan wadah dalam
kehidupan bermasyarakat adalah berbagai kelembagaan dalam
wujud infra struktur politik.

2. Isi (Content)
Adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat
dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang
berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan
nasional seperti tersebut diatas bangsa Indonesia harus mampu
menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan
dalam kehidupan nasional yang berupa politik, ekonomi, social
budaya dan hankam. Isi menyangkut dua hal pertama realisasi
aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama dan
perwujudannya, pencapaian cita-cita dan tujuan nasional
persatuan, kedua persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan
yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
3. Tata laku (Conduct)
Hasil interaksi antara wadah dan isi wasantara yang
terdiri dari :
-Tata laku Bathiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat dan
mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia.
-Tata laku Lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan,
perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia.
Kedua tata laku tersebut mencerminkan identitas jati
diri/kepribadian bangsa berdasarkan kekeluargaan dan
kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta terhadap
bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme
yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
F. Hakekat Wawasan Nusantara
Adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian :
cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup
nusantara dan demi kepentingan nasional.
Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus
berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam
lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk
yang dihasilkan oleh lembaga negara.
G. Asas Wawasan Nusantara
Merupakan ketentuan-ketentuan dasar yang harus
dipatuhi, ditaati, dipelihara dan diciptakan agar terwujud demi
tetap taat dan setianya komponen/unsur pembentuk bangsa
Indonesia(suku/golongan) terhadap kesepakatan (commitment)
bersama. Asas wasantara terdiri dari:
1. Kepentingan/Tujuan yang sama
2. Keadilan
3. Kejujuran
4. Solidaritas
5. Kerjasama
6. Kesetiaan terhadap kesepakatan
Dengan latar belakang budaya, sejarah serta kondisi dan
konstelasi geografi serta memperhatikan perkembangan
lingkungan strategis, maka arah pandang wawasan nusantara
meliputi :
1. Ke dalam
Bangsa Indonesia harus peka dan berusaha mencegah
dan mengatasi sedini mungkin faktor-faktor penyebab timbulnya
disintegrasi bangsa dan mengupayakan tetap terbina dan
terpeliharanya persatuan dan kesatuan.
Tujuannya adalah menjamin terwujudnya persatuan
kesatuan segenap aspek kehidupan nasional baik aspek
alamiah maupun aspek sosial.
2. Ke luar
Bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan
internasional harus berusaha untuk mengamankan kepentingan
nasional dalam semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan demi tercapainya tujuan
nasional.

Tujuannya adalah menjamin kepentingan nasional dalam
dunia yang serba berubah dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia.
H. Kedudukan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara merupakan ajaran yang diyakini
kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak
terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam rangka mencapai
dan mewujudkan tujuan nasional.
Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat
dilihat dari hirarkhi paradigma nasional sbb:
-Pancasila (dasar negara) =>Landasan Idiil
-UUD 1945 (Konstitusi negara) =>Landasan Konstitusional
-Wasantara (Visi bangsa) =>Landasan Visional
-Ketahanan Nasional (KonsepsiBangsa) =>Landasan
Konsepsional
-GBHN (Kebijaksanaan Dasar Bangsa) =>Landasan
Operasional
Fungsi Wawasan Nusantara adalah pedoman, motivasi,
dorongan serta rambu-rambu dalam menentukan segala
kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan, baik bagi
penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi
seluruh rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan
berbangsa.
Tujuan Wawasan Nusantara adalah mewujudkan
nasionalisme yang tinggi di segala bidang dari rakyat Indonesia
yang lebih mengutamakan kepentingan nasional dari pada
kepentingan orang perorangan, kelompok, golongan, suku
bangsa/daerah.
I. Implementasi Wawasan Nusantara
Penerapan Wawasan Nusantara harus tercermin pada
pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa
mendahulukan kepentingan negara.
a. Implementasi dalam kehidupan politik, adalah
menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang
sehat dan dinamis, mewujudkan pemerintahan yang
kuat, aspiratif, dipercaya.
b. Implementasi dalam kehidupan Ekonomi, adalah
menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar
menjamin pemenuhan dan peningkatan
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara merata
dan adil.
c. Implementasi dalam kehidupan Sosial Budaya, adalah
menciptakan sikap batiniah dan lahiriah yang
mengakui, menerima dan menghormati segala bentuk
perbedaan sebagai kenyataan yang hidup
disekitarnya dan merupakan karunia sang pencipta.
d. Implementasi dalam kehidupan Pertahanan
Keamanan, adalah menumbuhkan kesadaran cinta
tanah air dan membentuk sikap bela negara pada
setiap WNI.
Sosialisasi Wawasan Nusantara
1. Menurut sifat/cara penyampaian
a. langsung => ceramah,diskusi,tatap muka
b. tidak langsung => media massa
2. Menurut metode penyampaian
e. ketauladanan
f. edukasi
g. komunikasi
h. integrasi
Materi Wasantara disesuaikan dengan tingkat dan
macam pendidikan serta lingkungannya supaya bisa dimengerti
dan dipahami.

Tantangan Implementasi Wasantara
1. Pemberdayaan Masyarakat
John Naisbit dalam bukunya Global Paradox
menyatakan negara harus dapat memberikan peranan
sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
Pemberdayaan masyarakat dalam arti memberikan
peranan dalam bentuk aktivitas dan partisipasi masyarakat
untuk mencapai tujuan nasional hanya dapat dilaksanakan
oleh negara-negara maju dengan Buttom Up Planning,
sedang untuk negara berkembang dengan Top Down
Planning karena adanya keterbatasan kualitas sumber daya
manusia, sehingga diperlukan landasan operasional berupa
GBHN.
Kondisi nasional (Pembangunan) yang tidak merata
mengakibatkan keterbelakangan dan ini merupakan
ancaman bagi integritas. Pemberdayaan masyarakat
diperlukan terutama untuk daerah-daerah tertinggal.
2. Dunia Tanpa Batas
a. Perkembangan IPTEK
Mempengaruhi pola, pola sikap dan pola tindak
masyarakat dalam aspek kehidupan. Kualitas sumber
daya Manusia merupakan tantangan serius dalam
menghadapi tantangan global.
b. Kenichi Omahe dalam bukunya Borderless Word dan The
End of Nation State menyatakan : dalam perkembangan
masyarakat global, batas-batas wilayah negara dalam arti
geografi dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan
dalam satu negara tidak mungkin dapat membatasi
kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri
dan konsumen yang makin individual. Untuk dapat
menghadapi kekuatan global suatu negara harus
mengurangi peranan pemerintah pusat dan lebih
memberikan peranan kepada pemerintah daerah dan
masyarakat.
Perkembangan Iptek dan perkembangan
masyarakat global dikaitkan dengan dunia tanpa batas
dapat merupakan tantangan Wawasan Nusantara,
mengingat perkembangan tsb akan dapat mempengaruhi
masyarakat Indonesia dalam pola pikir, pola sikap dan
pola tindak di dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3. Era Baru Kapitalisme
a. Sloan dan Zureker
Dalam bukunya Dictionary of Economics menyatakan
Kapitalisme adalah suatu sistim ekonomi yang
didasarkan atas hak milik swasta atas macam-macam
barang dan kebebasan individu untuk mengadakan
perjanjian dengan pihak lain dan untuk berkecimpung
dalam aktivitas-aktivitas ekonomi yang dipilihnya sendiri
berdasarkan kepentingan sendiri serta untuk mencapai
laba guna diri sendiri.
Di era baru kapitalisme,sistem ekonomi untuk
mendapatkan keuntungan dengan melakukan aktivitasaktivitas
secara luas dan mencakup semua aspek
kehidupan masyarakat sehingga diperlukan strategi baru
yaitu adanya keseimbangan.
b. Lester Thurow
Dalam bukunya The Future of Capitalism menyatakan :
untuk dapat bertahan dalam era baru kapitalisme harus
membuat strategi baru yaitu keseimbangan (balance)
antara paham individu dan paham sosialis.
Di era baru kapitalisme, negara-negara kapitalis
dalam rangka mempertahankan eksistensinya dibidang
ekonomi menekan negara-negara berkembang dengan
menggunakan isu-isu global yaitu Demokrasi, Hak Azasi
Manusia, Lingkungan hidup.
4. Kesadaran Warga Negara
a. Pandangan Indonesia tentang Hak dan Kewajiban
Manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama. Hak dan kewajiban dapat
dibedakan namun tidak dapat dipisahkan.
b. Kesadaran bela negara
Dalam mengisi kemerdekaan perjuangan yang dilakukan
adalah perjuangan non fisik untuk memerangi
keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial,
memberantas KKN, menguasai Iptek, meningkatkan
kualitas SDM, transparan dan memelihara persatuan.
Dalam perjuangan non fisik, kesadaran bela negara
mengalami penurunan yang tajam dibandingkan pada
perjuangan fisik.
Prospek Implementasi Wawasan Nusantara
Berdasarkan beberapa teori mengemukakan pandangan
global sbb:
1. Global Paradox menyatakan negara harus mampu
memberikan peranan sebesar-besarnya kepada rakyatnya.
2. Borderless World dan The End of Nation State menyatakan
batas wilayah geografi relatif tetap, tetapi kekuatan ekonomi
dan budaya global akan menembus batas tsb. Pemerintah
daerah perlu diberi peranan lebih berarti.
3. The Future of Capitalism menyatakan strategi baru
kapitalisme adalah mengupayakan keseimbangan antara
kepentingan individu dengan masyarakat serta antara
negara maju dengan negara berkembang.
4. Building Win Win World (Henderson) menyatakan perlu ada
perubahan nuansa perang ekonomi, menjadikan masyarakat
dunia yang lebih bekerjasama, memanfaatkan teknologi
yang bersih lingkungan serta pemerintahan yang demokratis.
5. The Second Curve (Ian Morison) menyatakan dalam era
baru timbul adanya peranan yang lebih besar dari pasar,
peranan konsumen dan teknologi baru yang mengantar
terwujudnya masyarakat baru.
Dari rumusan-rumusan diatas ternyata tidak ada satupun
yang menyatakan tentang perlu adanya persatuan, sehingga
akan berdampak konflik antar bangsa karena kepentingan
nasionalnya tidak terpenuhi. Dengan demikian Wawasan
Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan
sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa masih tetap valid baik saat sekarang maupun
mendatang, sehingga prospek wawasan nusantara dalam era
mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global.
Dalam implementasinya perlu lebih diberdayakan
peranan daerah dan rakyat kecil, dan terwujud apabila dipenuhi
adanya faktor-faktor dominan : keteladanan kepemimpinan
nasional, pendidikan berkualitas dan bermoral kebangsaan,
media massa yang memberikan informasi dan kesan yang
positif, keadilan penegakan hukum dalam arti pelaksanaan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Keberhasilan Implementasi Wasantara
Diperlukan kesadaran WNI untuk :
1. Mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan
kewajiban warganegara serta hubungan warganegara
dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia.
2. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang
telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan
kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara
sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara
pandang.
Agar ke-2 hal dapat terwujud diperlukan sosialisasi
dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.

Rabu, 10 Maret 2010

pendidikan kewarganegaraan

Demokrasi
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
"Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time."
—Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Sejarah dan Perkembangan Demokrasi
Demokrasi adalah sistem pemerintahan kufur yang sangat tidak Islami. Yang paling Banyak itulah yang menjadi kebenaran. Bagaimana kalau yang banyak itu adalah sesuatu hal yang buruk? Pasti suatu negara bisa hancur. Demokrasi memungkinkan membuat tindakan buruk dengan segala cara untuk mendapatkan kemenangan, karena hanya dinilai dari siapa yang paling banyak setuju. Demokrasi sangat mentrigger kecurangan. Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Demokrasi di Indonesia
Semenjak kemerdekaan 17 agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi.Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden harus bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila, sebuah demokrasi semu yang diciptakan untuk melanggengkan kekuasaan Soeharto, Indonesia kembali masuk kedalam alam demokrasi pada tahun 1998 ketika pemerintahan junta militer Soeharto tumbang. Pemilu demokratis kedua bagi Indonesia terselenggara pada tahun 1999 yang menempatkan PDI-P sebagai pemenang Pemilu.
Demokrasi Menurut Soekarno
Pada dasarnya,Soekarno tidak setuju kalau Indonesia disebut negara demokrasi dan Soekarno ingin mengubah Indonesia sebagai negara sosialis.Karena Menurutnya,Demokrasi itu berasal dari kata Demok dan Krasi yang berarti " Sing gede di mok-mok,Sing Kecil di krasi " atau "yang besar di pegang-pegang yang kecil diinjak-injak".Maksudnya, Demokrasi menurut Soekarno itu tidak mementingkan rakyat secara keseluruhan,tetapi hanya rakyat yang besar saja yang diperhatikan,oleh karena itu Soekarno tidak setuju.
Jadi memang sangat disarankan untuk tidak menggunakan Sistem Demokrasi dalam pemerintahan suatu negara. Karena sangat merugikan masyarakat luas. Sistem pemerintahan yang paling baik dan efektif untuk suatu negara adalah Sistem Pemerintahan Syariat Islam. Karena sangat menjunjung tinggi keadilan untuk rakyatnya. Sistem yang telah dibuktikan sangat baik berjalan pada masa kehidupan Rasulullah Muhammad SAW. Ideologi Islam terbukti menjadi cara yang paling baik untuk umat manusia.

NEGARA DAN WARGANEGARA DALAM SISTEM KENEGARAAN DI INDONESIA
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran, sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Berdasarkan prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropah termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga siapa sajayang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warganegara Indonesia yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, makastatus anaknya diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat. Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita menyaksikan banyak sekali penduduk suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan medisyang lebih baik, orang sengaja melahirkan anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses persalinan. Dalam hal, negara tempat asal sesorang dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraanyang sama, tentu tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi, apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki sistem yang berbeda, maka dapat terjadi keadaan yang menyebabkan seseorang menyandang status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateless).
Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu.Akan tetapi, sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
Oleh karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi). Melalui proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan menjadi warganegara yang sah.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman sepertiyang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja diperlakukan sebagai warga negara Perancis.Akan tetapi, untuk menentukan status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi saja.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’, (ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’, dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukumIndonesia, sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini.
Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Lagi pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil, ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus ‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.



KEWARGANEGARAAN ORANG ‘CINA’ PERANAKAN
Orang-orang ‘Cina’ peranakan yang tinggal menetap turun temurun di Indonesia, sejak masa reformasi sekarang ini, telah berhasil memperjuangkan agar tidak lagi disebut sebagai orang ‘Cina’, melainkan disebut sebagai orang Tionghoa. Di samping itu, karena alasan hak asasi manusia dan sikap non-diskriminasi, sejak masa pemerintahan B.J. Habibie melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non-Pribumi, seluruh aparatur pemerintahan telah pula diperintahkan untuk tidak lagi menggunakan istilah pribumi dan non-pribumi untuk membedakan penduduk keturunan ‘Cina’ dengan warga negara Indonesia pada umumnya. Kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu hanyalah menunjuk pada adanya keragaman etinisitas saja, seperti etnis Jawa, Sunda, Batak, Arab, Manado, Cina, dan lain sebagainya.
Karena itu, status hukum dan status sosiologis golongan keturunan ‘Tionghoa’ di tengah masyarakat Indonesia sudah tidak perlu lagi dipersoalkan. Akan tetapi, saya sendiri tidak begitu ‘sreg’ dengan sebutan ‘Tionghoa’ itu untuk dinisbatkan kepada kelompok masyarakat Indonesia keturunan ‘Cina’. Secara psikologis, bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, istilah ‘Tionghoa’ itu malah lebih ‘distingtif’ atau lebih memperlebar jarak antara masyarakat keturunan ‘Cina’ dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Apalagi, pengertian dasar istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri terdengar lebih tinggi posisi dasarnya atau bahkan terlalu tinggi posisinya dalam berhadapan dengan kelompok masyarakat di luar keturunan ‘Cina’. ‘Tiongkok’ atau ‘Tionghoa’ itu sendiri mempunyai arti sebagai negara pusat yang di dalamnya terkandung pengertian memperlakukan negara-negara di luarnya sebagai negara pinggiran. Karena itu, penggantian istilah ‘Cina’ yang dianggap cenderung ‘merendahkan’ dengan perkataan ‘Tionghoa’ yang bernuansa kebanggaan bagi orang ‘Cina’ justru akan berdampak buruk, karena dapat menimbulkan dampak psikologi bandul jam yang bergerak ekstrim dari satu sisi ekstrim ke sisi ekstrim yang lain. Di pihak lain, penggunaan istilah ‘Tionghoa’ itu sendiri juga dapat direspons sebagai ‘kejumawaan’ dan mencerminkan arogansi cultural atau ‘superiority complex’ dari kalangan masyarakat ‘Cina’ peranakan di mata masyarakat Indonesia pada umumnya. Anggapan mengenai adanya ‘superiority complex’ penduduk keturunan ‘Cina’ dipersubur pula oleh kenyataan masih diterapkannya sistem penggajian yang ‘double standard’ di kalangan perusahaan-perusahaan keturunan ‘Cina’ yang mempekerjakan mereka yang bukan berasal dari etnis ‘Cina’. Karena itu, penggunaan kata ‘Tionghoa’ dapat pula memperkuat kecenderungan ekslusivisme yang menghambat upaya pembauran tersebut.
Oleh karena itu, mestinya, reformasi perlakuan terhadap masyarakat keturunan ‘Cina’ dan warga keturunan lainnya tidak perlu diwujudkan dalam bentuk penggantian istilah semacam itu. Yang lebih penting untuk dikembangkan adalah pemberlakuan sistem hukum yang bersifat non-diskriminatif berdasarkan prinsip-prinsip hak asasi manusia, diiringi dengan upaya penegakan hukum yang tegas dan tanpa pandang bulu, dan didukung pula oleh ketulusan semua pihak untuk secara sungguh-sungguh memperdekat jarak atau gap social, ekonomi dan politik yang terbuka lebar selama ini. Bahkan, jika mungkin, warga keturunanpun tidak perlu lagi menyebut dirinya dengan etnisitas yang tersendiri. Misalnya, siapa saja warga keturunan yang lahir di Bandung, cukup menyebut dirinya sebagai orang Bandung saja, atau lebih ideal lagi jika mereka dapat mengidentifikasikan diri sebagai orang Sunda, yang lahir di Madura sebut saja sebagai orang Madura. Orang-orang keturunan Arab yang lahir dan hidup di Pekalongan juga banyak yang mengidentifikasikan diri sebagai orang Pekalongan saja, bukan Arab Pekalongan.
Proses pembauran itu secara alamiah akan terjadi dengan sendirinya apabila medan pergaulan antar etnis makin luas dan terbuka. Wahana pergaulan itu perlu dikembangkan dengan cara asimiliasi, misalnya, melalui medium lembaga pendidikan, medium pemukiman, medium perkantoran, dan medium pergaulan social pada umumnya. Karena itu, di lingkungan-lingkungan pendidikan dan perkantoran tersebut jangan sampai hanya diisi oleh kalangan etnis yang sejenis. Lembaga lain yang juga efektif untuk menyelesaikan agenda pembauran alamiah ini adalah keluarga. Karena itu, perlu dikembangkan anjuran-anjuran dan dorongan-dorongan bagi berkembangnya praktek perkawinan campuran antar etnis, terutama yang melibatkan pihak etnis keturunan ‘Cina’ dengan etnis lainnya. Jika seandainya semua orang melakukan perkawinan bersilang etnis, maka dapat dipastikan bahwa setelah satu generasi atau setelah setengah abad, isu etnis ini dan apalagi isu rasial, akan hilang dengan sendirinya dari wacana kehidupan kita di persada nusantara ini.

PEMBARUAN UNDANG-UNDANG KEWARGANEGARAAN
Dalam rangka pembaruan Undang-Undang Kewarganegaraan, berbagai ketentuan yang bersifat diskriminatif sudah selayaknya disempurnakan. Warga keturunan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia sudah tidak selayaknya lagi diperlakukan sebagai orang asing. Dalam kaitan ini, kita tidak perlu lagi menggunakan istilah penduduk asli ataupun bangsa Indonesia asli seperti yang masih tercantum dalam penjelasan UUD 1945 tentang kewarganegaraan. Dalam hukum Indonesia di masa datang, termasuk dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan, atribut keaslian itu, kalaupun masih akan dipergunakan, cukup dikaitkan dengan kewarganegaraan, sehingga kita dapat membedakan antara warganegara asli dalam arti sebagai orang yang dilahirkan sebagai warganegara (natural born citizen), dan orang yang dilahirkan bukan sebagai warganegara Indonesia.
Orang yang dilahirkan dalam status sebagai warganegara Republik Indonesia itu di kemudian hari dapat saja berpindah menjadi warganegara asing. Tetapi, jika yang bersangkutan tetap sebagai warganegara Indonesia, maka yang bersangkutan dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Sebaliknya, orang yang dilahirkan sebagai warganegara asing juga dapat berubah di kemudian hari menjadi warganegara Indonesia, tetapi yang kedua ini tidak dapat disebut sebagai ‘Warga Negara Asli’. Dengan sendirinya, apabila hal ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) tentang calon Presiden yang disyaratkan orang Indonesia asli haruslah dipahami dalam konteks pengertian ‘Warga Negara Indonesia’ asli tersebut, sehingga elemen diskriminatif dalam hukum dasar itu dapat hilang dengan sendirinya. Artinya, orang yang pernah menyandang status sebagai warganegara asing sudah sepantasnya dianggap tidak memenuhi syarat untuk dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.Dengan demikian, dalam rangka amandemen UUD 1945 dan pembaruan UU tentang Kewarganegaraan konsep hukum mengenai kewarganegaraan asli dan konsep tentang tata cara memperoleh status kewarganegaraan yang meliputi juga mekanisme registrasi seperti tersebut di atas, dapat dijadikan bahan pertimbangan yang pokok. Dengan begitu asumsi-asumsi dasar yang bersifat diskriminatif berdasarkan rasa dan etnisitas sama sekali dihilangkan dalam penyusunan rumusan hukum di masa-masa yang akan datang sesuai dengan semangat untuk memajukan hak asasi manusia di era reformasi dewasa ini.

Selasa, 02 Maret 2010

pendidikan kewarganegaraan

BAB I
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan
.Perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia yang dimulai
sejak era sebelum dan selama penjajahan, kemudian dilanjutkan
dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai
hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan
tuntutan yang berbeda sesuai dengan jamannya.
Kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh
Bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai–nilai perjuangan
bangsa yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaan
nilai–nilai ini dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan.
Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu
mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam wadah Nusantara.
Semangat perjuangan bangsa yang telah ditunjukkan pada
kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut dilandasi oleh keimanan
serta ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan keikhlasan
untuk berkorban. Landasan perjuangan tersebut merupakan nilai–
nilai perjuangan Bangsa Indonesia. Semangat inilah yang harus
dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia. Selain itu
nilai–nilai perjuangan bangsa masih relevan dalam memecahkan
setiap permasalahan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara serta terbukti keandalannya.
Tetapi nilai–nilai perjuangan itu kini telah mengalami pasang surut
sesuai dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Semangat perjuangan bangsa telah mengalami
penurunan pada titik yang kritis. Hal ini disebabkan antara lain oleh
pengaruh globalisasi.
2
Globalisasi ditandai oleh kuatnya pengaruh lembaga–
lembaga kemasyarakatan internasional, negara–negara maju yang
ikut mengatur percaturan politik, ekonomi, sosial budaya, serta
pertahanan dan keamanan global. Disamping itu, isu global yang
meliputi demokratisasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup
turut pula mempengaruhi keadaan nasional.
Globalisasi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, khususnya dibidang informasi,
komunikasi, dan transportasi. Hingga membuat dunia menjadi
transparan seolah–olah menjadi sebuah kampung tanpa mengenal
batas negara.
Semangat perjuangan bangsa ynag merupakan kekuatan
mental spiritual telah melahirkan kekuatan yang luar biasa dalam
masa perjuangan fisik. Sedangkan dalam era globalisasi dan masa
yang akan datang kita memerlukan perjuangan non fisik sesuai
dengan bidang profesi masing–masing. Perjuangan non fisik ini
memerlukan sarana kegiatan pendidikan bagi setiap warga negara
Indonesia pada umumnya dan mahasiswa sebagai calon
cendikiawan pada khususnya, yaitu melalui Pendidikan
Kewarganegaraan.
B. Kompetensi Yang Diharapkan
Masyarakat dan pemerintah suatu negara berupaya untuk
menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi
penerusnya secara berguna (berkaitan dengan kemampuan
spiritual) dan bermakna (berkaitan dengan kemampuan kognotif
dan psikomotorik). Generasi penerus melalui pendidikan
kewarganegaraan diharapkan akan mampu mengantisipasi hari
depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks
dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubungan internasional
serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara
3
dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak
yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu
diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta
perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa,
wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri para
mahasiswa calon sarjana/ilmuwan warga negara Republik
Indonesia yang sedang mengkaji dan akan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi serta seni.
Berkaitan dengan pengembangan nilai, sikap, dan
kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di
Indonesia yang dilakukan melalui Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan
Ilmu Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan) yang
disebut kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi.
Setiap warga negara Republik Indonesia harus menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni yang merupakan misi
atau tanggung jawab Pendidikan Kewarganegaraan untuk
menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal persahabatan,
pengertian antar bangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela
negara, dan sikap serta perilaku yang bersendikan nilai–nilai
budaya bangsa .
Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela
negara akan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat
merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia
sungguh–sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan
kehidupannya sehari–hari.
4
Rakyat Indonesia, melalui MPR menyatakan bahwa :
Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta harkat
dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat
Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, berkualitas mandiri, sehingga mampu membangun dirinya dan
masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan
pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan
bangsa “.
Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas
manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri,
maju, tangguh, cerdas, kreatif. Terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani
dan rohani.
Undang–Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum dan isi
pendidikan yang memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan terus ditingkatkan dan
dikembangkan di semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan.
Kompetensi diartikan sebagai perangkat tindakan cerdas,
penuh rasa tanggung jawab yang harus dimiliki oleh seseorang
agar ia mampu melaksanakan tugas–tugas dalam bidang
pekerjaan tertentu.
Kompetensi lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah
seperangkat tindakan cerdas penuh tanggung jawab dari seorang
warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa,
wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
5
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan
membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung
jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
menghayati nilai–nilai falsafah bangsa
2. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
3. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara.
4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk
kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, warga negara
Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa,
dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat,
bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan
dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam
Pembukaan UUD 1945 “.
Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh
nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk
memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial,
korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan
kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing;
memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan
berpikir obyektif rasional serta mandiri.
C. Pengertian Dan Pemahaman Tentang Bangsa Dan Negara
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua,
Bangsa adalah orang–orang yang memiliki kesamaan asal
keturunan, adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan
sendiri. Atau bisa diartikan sebagai kumpulan manusia yang
6
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu
dimuka bumi.
Jadi Bangsa Indonesia adalah sekelompok manusia yang
mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya
sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah
Nusantara/Indonesia.
Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau
beberapa kelompok manusia yang sama–sama mendiami satu
wilayah tertentu dan mengetahui adanya satu pemerintahan yang
mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa
kelompok manusia tersebut.
Atau bisa diartikan sebagai satu perserikatan yang melaksanakan
satu pemerintahan melalui hukum yang mengikat masyarakat
dengan kekuasaan untuk memaksa bagi ketertiban sosial.
1. Teori terbentuknya negara
a. Teori Hukum Alam (Plato dan Aristoteles).
Kondisi Alam => Berkembang Manusia => Tumbuh Negara.
b. Teori Ketuhanan
Segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan, termasuk adanya
negara.
c. Teori Perjanjian (Thomas Hobbes)
Manusia menghadapi kondisi alam dan timbullah kekerasan,
manusia akan musnah bila ia tidak mengubah cara–caranya.
Manusia pun bersatu (membentuk negara) untuk mengatasi
tantangan dan menggunakan persatuan dalam gerak tunggal
untuk kebutuhan bersama.
Di dalam prakteknya, terbentuknya negara dapat pula
disebabkan karena :
a. Penaklukan.
b. Peleburan.
7
c. Pemisahan diri
d. Pendudukan atas negara/wilayah yang belum ada
pemerintahannya.
2. Unsur Negara
a. Konstitutif.
Negara meliputi wilayah udara, darat, dan perairan (unsur
perairan tidak mutlak), rakyat atau masyarakat, dan
pemerintahan yang berdaulat
b. Deklaratif.
Negara mempunyai tujuan, undang–undang dasar,
pengakuan dari negara lain baik secara de jure dan de facto
dan ikut dalam perhimpunan bangsa–bangsa, misalnya PBB.
3. Bentuk Negara
a. Negara kesatuan
1. Negara Kesatuan dengan sistem sentralisasi
2. Negara Kesatuan dengan sistem desentralisasi
b. Negara serikat, di dalam negara ada negara yaitu negara
bagian.
D. Negara Dan Warga Negara Dalam Sistem Kenegaraan Di
Indonesia
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara
berdaulat yang mendapatkan pengakuan dari dunia internasional
dan menjadi anggota PBB. Dan mempunyai kedudukan dan
kewajiban yang sama dengan negara–negara lain di dunia, yaitu
ikut serta memelihara dan menjaga perdamaian dunia. Dalam UUD
1945 telah diatur tentang kewajiban negara terhadap warga
negaranya, juga tentang hak dan kewajiban warga negara kepada
negaranya. Negara wajib memberikan kesejahteraan hidup dan
8
keamanan lahir batin sesuai dengan sistem demokrasi yang
dianutnya serta melindungi hak asasi warganya sebagai manusia
secara individual berdasarkan ketentuan yang berlaku yang
dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral, dan budaya yang
berlaku di Indonesia dan oleh sistem kenegaraan yang digunakan.
1. Proses Bangsa Yang Menegara
Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran
tentang bagimana terbentuknya bangsa dimana sekelompok
manusia yang berada didalamnya merasa sebagai bagian dari
bangsa. Bangsa yang berbudaya, artinya bangsa yang mau
melaksanakan hubungan dengan penciptanya (Tuhan) disebut
agama ; bangsa yang mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya disebut ekonomi; bangsa yang mau berhubungan dengan
lingkungan sesama dan alam sekitarnya disebut sosial; bangsa
yang mau berhubungan dengan kekuasaan disebut politik; bangsa
yang mau hidup aman tenteram dan sejahtera dalam negara
disebut pertahanan dan keamanan.
Di Indonesia proses menegara telah dimulai sejak
Proklamasi 17 Agustus 1945, dan terjadinya Negara Indonesia
merupakan suatu proses atau rangkaian tahap–tahapnya yang
berkesinambungan. Secara ringkas, proses tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia.
b. Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
c. Keadaan bernegara yang nilai–nilai dasarnya ialah merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
Bangsa Indonesia menerjemahkan secara terperinci
perkembangan teori kenegaraan tentang terjadinya Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut :
a. Perjuangan kemerdekaan.
9
b. Proklamasi
c. Adanya pemerintahan, wilayah dan bangsa
d. Pembangunan Negara Indonesia
e. Negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Proses bangsa yang menegara di Indonesia diawali adanya
pengakuan yang sama atas kebenaran hakiki kesejarahan.
Kebenaran hakiki dan kesejarahan yang dimaksud adalah :
a. Kebenaran yang berasal dari Tuhan pencipta alam semesta
yakni; Ke-Esa-an Tuhan; Manusia harus beradab; Manusia
harus bersatu; Manusia harus memiliki hubungan sosial dengan
lainnya serta mempunyai nilai keadilan; Kekuasaan didunia
adalah kekuasaan manusia.
b. Kesejarahan. Sejarah adalah salah satu dasar yang tidak dapat
ditinggalkan karena merupakan bukti otentik sehingga kita akan
mengetahui dan memahami proses terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai hasil perjuangan bangsa.
Pendidikan pendahuluan bela negara adalah kesamaan
pandangan bagi landasan visional (wawasan nusantara) dan
landasan konsepsional (ketahanan nasional) yang disampaikan
melalui pendidikan, lingkungan pekerjaan dan lingkungan
masyarakat.
2. Pemahaman Hak Dan Kewajiban Warga Negara
a. Hak warga negara.
Hak–hak asasi manusia dan warga negara menurut UUD
1945 mencakup :
- Hak untuk menjadi warga negara (pasal 26)
- Hak atas kedudukan yang sama dalam hukum (pasal 27 ayat 1)
- Hak atas persamaan kedudukan dalam pemerintahan (pasal 27
ayat 1)
- Hak atas penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
10
- Hak bela negara (pasal 27 ayat 3)
- Hak untuk hidup (pasal 28 A)
- Hak membentuk keluarga (pasal 28 B ayat 1)
- Hak atas kelangsungan hidup dan perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi bagi anak (pasal 28 B ayat 2)
- Hak pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat 1)
- Hak untuk memajukan diri (pasal 28 C ayat 2)
- Hak memperoleh keadilan hukum (pasal 28 d ayat 1)
- Hak untuk bekerja dan imbalan yang adil (pasal 28 D ayat 2)
- Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan
(pasal 28 D ayat 3)
- Hak atas status kewarganegaraan (pasal 28 D ayat 4)
- Kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali (pasal 28 E ayat 1)
- Hak atas kebebasan menyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap sesuai denga hati nuraninya (pasal 28 E ayat 2)
- Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat (pasal 28 E ayat 3)
- Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (pasal 28 F)
- Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat dan harta benda (pasal 28 G ayat 1)
- Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan derajat dan martabat manusia (pasal 28 G ayat 2)
- Hak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal 28 G ayat 2)
- Hak hidup sejahtera lahir dan batin (pasal 28 H ayat 1)
- Hak mendapat kemudahan dan memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama (pasal 28 H ayat 2)
- Hak atas jaminan sosial (pasal 28 H ayat 3)
- Hak milik pribadi (pasal 28 H ayat 4)
11
- Hak untuk tidak diperbudak (pasal 28 I ayat 1)
- Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut
(pasal 28 I ayat 1)
- Hak bebas dari perlakuan diskriminatif (pasal 28 I ayat 2)
- Hak atas identitas budaya (pasal 28 I ayat 3)
- Hak kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat
baik lisan maupun tulisan (pasal 28)
- Hak atas kebebasan beragama (pasal 29)
- Hak pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1)
- Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1)
b. Kewajiban warga negara antara lain :
- Melaksanakan aturan hukum.
- Menghargai hak orang lain.
- Memiliki informasi dan perhatian terhadap kebutuhan–kebutuhan
masyarakatnya.
- Melakukan kontrol terhadap para pemimpin dalam melakukan
tugas–tugasnya
- Melakukan komuniksai dengan para wakil di sekolah, pemerintah
lokal dan pemerintah nasional.
- Membayar pajak
- Menjadi saksi di pengadilan
- Bersedia untuk mengikuti wajib militer dan lain–lain.
c. Tanggung jawab warga negara
Tanggung jawab warga negara merupakan pelaksanaan hak
(right) dan kewajiban (duty) sebagai warga negara dan bersedia
menanggung akibat atas pelaksanaannya tersebut.
Bentuk tanggung jawab warga negara :
- Mewujudkan kepentingan nasional
- Ikut terlibat dalam memecahkan masalah–masalah bangsa
12
- Mengembangkan kehidupan masyarakat ke depan (lingkungan
kelembagaan)
- Memelihara dan memperbaiki demokrasi
d. Peran warga negara
- Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan
dan pelaksanaan kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau
lembaga–lembaga negara.
- Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
- Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
- Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, melakukan
pembinaan kepada fakir miskin.
- Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
- Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
- Menciptakan kerukunan umat beragama.
- Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
- Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan
bangsa.
- Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
- Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.
- Menjaga keselamatan bangsa dari segala macam ancaman.
E. Pemahaman Tentang Demokrasi
1. Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari,
oleh, dan untuk rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi,
kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan
rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga
negara. Demos menyiratkan makna diskriminatif atau bukan rakyat
keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu, yaitu mereka yang
berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses ke
13
sumber–sumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas
hak–hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan urusan publik atau pemerintahan.
2. Bentuk Demokrasi Dalam Pengertian Sistem Pemerintahan
Negara
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara,
antara lain :
a. Pemerintahan Monarki (monarki mutlak, monarki
konstitusional, dan monarki parlementer)
b. Pemerintahan Republik : berasal dari bahasa latin, RES
yang artinya pemerintahan dan PUBLICA yang berarti
rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai
pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan
orang banyak.
Menurut John Locke kekuasaan pemerintahan negara
dipisahkan menjadi tiga yaitu :
a. Kekuasaan Legislatif (kekuasaan untuk membuat
undang–undang yang dijalankan oleh parlemen)
b. Kekuasaan Eksekutif (kekuasaan untuk menjalankan
undang-undang yang dijalankan oleh pemerintahan)
c. Kekuasaan Federatif (kekuasaan untuk menyatakan
perang dan damai dan tindakan-tindakan lainnya dengan
luar negeri).
Sedangkan kekuasaan Yudikatif (mengadili) merupakan
bagian dari kekuasaan eksekutif.
Kemudian Montesque (teori Trias Politica) menyatakan
bahwa kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga
orang atau badan yang berbeda-beda dan terpisah satu sama
lainnya (berdiri sendiri/independent) yaitu :
a. Badan Legislatif (kekuasaan membuat undang–undang)
14
b. Badan Eksekutif (kekuasaan menjalankan undang–
undang)
c. Badan Yudikatif (kekuasaan untuk mengadili jalannya
pelaksanaan undang-undang)
3. Klasifikasi sistem pemerintahan
- Dalam sistem kepartaian dikenal adanya tiga sistem kepartaian,
yaitu sistem multi partai (poliparty system), sistem dua partai
(biparty system), dan sistem satu partai (monoparty system).
- Sistem pengisian jabatan pemegang kekuasaan negara.
- Hubungan antar pemegang kekuasaan negara, terutama antara
eksekutif dan legislatif.
Mengenai model sistem pemerintahan negara, ada empat
macam, yaitu :
- Sistem pemerintahan diktator (borjuis dan proletar)
- Sistem pemerintahan parlementer
- Sistem pemrintahan presidential
- Sistem pemerintahan campuran
F. Prinsip Dasar Pemerintahan Republik Indonesia
Pancasila merupakan pandangan hidup dan jiwa bangsa,
kepribadian bangsa, tujuan dan cita–cita hukum bangsa dan
negara, serta cita–cita moral bangsa Indonesia. Pancasila sebagai
dasar negara mempunyai kedudukan yang pasti dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara Indonesia.
Beberapa prinsip dasar sistem pemerintahan Indonesia yang
terdapat dalam UUD 1945 adalah bahwa Indonesia ialah negara
yang berdasar atas hukum (rechtstaat), sistem konstitusi,
kekuasaan negara yang tertinggi di tangan MPR, Presiden adalah
penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah Majelis,
Presiden tidak bertanggungjawab kepada DPR, menteri negara
15
ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab
kepada DPR, dan kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
Dalam menjalankan tugasnya, Presiden dibantu oleh badan
pelaksana Pemerintahan yang berdasarkan tugas dan fungsi dibagi
menjadi :
a. Departemen beserta aparat dibawahnya.
b. Lembaga pemerintahan bukan departemen.
c. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Sedangkan pembagian berdasarkan kewilayahannya dan
tingkat pemerintahan adalah :
a. Pemerintah Pusat, tugas pokok pemerintahan RI adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
b. Pemerintah Wilayah, (propinsi, daerah khusus ibukota/daerah
istimewa, kabupaten, kotamadya, kota administratif, kecamatan,
desa/kelurahan). Wilayah dibentuk berdasarkan asas
dekonsentrasi. Wilayah–wilayah disusun secara vertikal dan
merupakan lingkungan kerja perangkat pemerintahan umum
didaerah. Urusan pemerintahan umum meliputi bidang
ketentraman dan ketertiban, politik koordinasi pengawasan dan
urusan pemerintahan lainnya yang tidak termasuk urusan
rumah tangga daerah.
c. Pemerintah Daerah (Pemda I dan Pemda II), daerah dibentuk
berdasar asas desentralisasi yang selanjutnya disebut daerah
otonomi. Daerah otonomi bertujuan untuk memungkinkan
daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri agar dapat meningkatkan daya guna dan
16
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka
pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan. Pemerintahan daerah adalah kepala daerah dan
DPRD.
Demokrasi Indonesia adalah pemerintahan rakyat yang
berdasarkan nilai–nilai falsafah Pancasila atau pemerintahan dari,
oleh dan untuk rakyat berdasarkan sila–sila Pancasila. Ini berarti :
1. Sistem pemerintahan rakyat dijiwai dan dituntun oleh nilai–nilai
pandangan hidup bangsa Indonesia (Pancasila).
2. Demokrasi Indonesia adalah transformasi Pancasila menjadi
suatu bentuk dan sistem pemerintahan khas Pancasila.
3. Merupakan konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen di bidang
pemerintahan atau politik.
4. Pelaksanaan demokrasi telah dapat dipahami dan dihayati
sesuai dengan nilai–nilai falsafah Pancasila.
5. Pelaksanaan demokrasi merupakan pengamalan Pancasila
melalaui politik pemerintahan.
Selain pengertian diatas, ada beberapa rumusan mengenai
demokrasi, antara lain:
1. Demokrasi Indonesia adalah sekaligus demokrasi politik,
ekonomi, dan sosial budaya. Artinya demokrasi Indonesia
merupakan satu sistem pemerintahan rakyat yang mengandung
nilai–nilai politik, ekonomi, sosial budaya dan religius.
2. Menurut Prof. Dr. Hazarin, SH, Demokrasi Pancasila adalah
demokrasi sebagaimana telah dipraktekkan oleh bangsa
Indonesia sejak dulu kala dan masih dijumpai sekarang ini
dalam kehidupan masyarakat hukum adat seperti desa, kerja
bakti, marga, nagari dan wanua ….. yang telah ditingkatkan ke
taraf urusan negara di mana kini disebut Demokrasi Pancasila.
17
3. Rumusan Sri Soemantri adalah sebagai berikut : “Demokrasi
Indonesia adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
mengandung semagat Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan
keadilan sosial “.
4. Rumusan Pramudji menyatakan : “Demokrasi Indonesia adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang ber Ketuhanan Yang Maha
Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang
berpersatuan Indonesia, dan yang berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia “.
5. Rumusan Sadely menyatakan bahwa : “Demokrasi Indonesia
ialah demokrasi berdasarkan Pancasila yang meliputi bidang–
bidang politik, sosial, dan ekonomi, serta yang dalam
penyelesaian masalah–masalah nasional berusaha sejauh
mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai
mufakat “.
Sehingga Demokrasi Indonesia adalah satu sistem
pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat dalam bentuk
musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan dan
memecahkan masalah–masalah kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang
adil dan makmur merata secara material dan spiritual.
Paham yang dianut dalam sistem kenegaraan Republik
Indonesia adalah Negara Kesatuan (United States Republic of
Indonesia). Penyelenggara kekuasaan adalah rakyat yang
membagi kekuasaan menjadi lima yaitu :
1. Kekuasaan tertinggi diberikan oleh rakyat kepada MPR
(Lembaga Konstitutif)
2. DPR sebagai pembuat undang–undang (Lembaga Legislatif)
18
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan (Lembaga
Eksekutif)
4. Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan dan penguji
undang–undang (Lembaga Yudikatif)
5. Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga yang mengaudit
keuangan negara (Lembaga Auditatif)
Dalam sistem otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik
Indonesia, penyelenggara pemerintahan didasarkan atas luasnya
wilayah dan asas kewilayahannya, yaitu daerah merupakan
daerahnya pusat dan pusat merupakan pusatnya daerah. Titik
otonomi berada di daerah tingkat II, kecuali urusan luar negeri,
moneter, pertahanan, dan keamanan.
G. Pemahaman Tentang Hak Asasi Manusia
Didalam mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia yang telah disetujui oleh Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10
Desember 1948 terdapat pertimbangan–pertimbangan berikut :
1. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat yang melekat dan
hak–hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota
keluarga kemanusiaan, keadilan, dan perdamaian di dunia.
2. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada
hak–hak asasi manusia telah mengakibatkan perbuatan–
perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan dalam
hati nurani umat manusia dan bahwa kebebasan berbicara dan
agama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah
dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.
3. Menimbang bahwa hak–hak manusia perlu dilindungi oleh
peraturan hukum supaya tercipta perdamaian.
4. Menimbang bahwa persahabatan antara negara–negara perlu
dianjurkan.
19
5. Menimbang bahwa negara–negara anggota PBB telah
menyatakan penghargaan terhadap hak–hak asasi manusia,
martabat penghargaan seorang manusia baik laki–laki dan
perempuan serta meningkatkan kemajuan-sosial dan tingkat
kehidupan yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.
6. Menimbang bahwa negara–negara anggota telah berjanji akan
mencapai perbaikan penghargaan umum terhadap pelaksanaan
hak–hak manusia dan kebebasan asas dalam kerja sama
dengan PBB.
7. Menimbang bahwa pengertian umum terhadap hak–hak dan
kebebasan ini adalah penting sekali untuk pelaksanaan janji ini
secara benar.
H. Kerangka Dasar Kehidupan Nasional Meliputi Keterkaitan
antara Falsafah Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara,
dan Ketahanan Nasional
a. Konsepsi Hubungan antara Pancasila dan Bangsa
Manusia Indonesia yang sudah menjadi bangsa Indonesia
saat itu yaitu sejak tanggal 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda)
telah mengakui bahwa diatasnya ada Sang Pencipta, yang
akhirnya menimbulkan rasa kemanusiaan yang tinggi baik dengan
bangsa sendiri ataupun dengan bangsa lain. Kemudian timbullah
segala tindakan yang selalu berdasarkan pertimbangan rasa
kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga hal tersebut
menumbuhkan persatuan yang kokoh. Sedangkan agar jiwa–jiwa
itu terpelihara maka perlu kebijaksanaan untuk mewujudkan cita–
cita yang dimusyawarahkan dan dimufakati oleh seluruh bangsa
Indonesia melalui perwakilan.
Jadi uraian diatas menunjukkan secara tegas bahwa sila–sila
dalam Pancasila menjadi falsafah dan cita–cita bagi bangsa
Indonesia.
20
b. Pancasila sebagai Landasan Ideal Negara
Cita–cita bangsa Indonesia yang luhur kemudian menjadi
cita–cita negara karena Pancasila merupakan landasan idealisme
Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena sila–sila yang ada
didalamnya merupakan kebenaran hakiki yang perlu diwujudkan.
I. Landasan Hubungan UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
1. Pancasila sebagai ideologi negara
Telah disebutkan bahwa Pancasila merupakan falsafah
bangsa sehingga ketika Indonesia menjadi negara, falsafah
Pancasila ikut masuk dalam negara. Cita–cita bangsa tercermin
dalam Pembukaan UUD 1945, sehingga dengan demikian
Pancasila merupakan Ideologi Negara.
2. UUD 1945 sebagai landasan konstitusi
Kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang
sangat berharga dimana bangsa kita bisa terlepas dari penjajahan.
Tetapi kemerdekaan ini bukan kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena :
a. Teks Proklamasi secara tegas menyatakan bahwa yang
merdeka adalah bangsa Indonesia, bukan negara (karena
tidak memenuhi syarat adanya negara dalam hal ini tidak
adanya pemerintahan).
b. Mengingat kondisi seperti ini, maka dengan segera
dibentuk PPKI yang bertugas untuk membuat undang–
undang. Sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 telah
terbentuk UUD 1945 sehingga secara resmi berdirilah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi UUD 1945
merupakan landasan konstitusi NKRI.
3. Implementasi konsepsi UUD 1945 sebagai landasan konstitusi
21
- Pancasila : cita–cita dan ideologi negara
- Penataan : supra dan infrastruktur politik negara
- Ekonomi : peningkatan taraf hidup melalui penguasaan bumi
dan air oleh negara untuk kemakmuran bangsa.
- Kualitas bangsa : mencerdaskan bangsa agar sejajar
dengan bangsa–bangsa lain.
- Agar bangsa dan negara ini tetap berdiri dengan kokoh,
diperlukan kekuatan pertahanan dan keamanan melalui pola
politik strategi pertahanan dan kemanan.
4. Konsepsi pertama tentang Pancasila sebagai cita–cita dan
ideologi negara
a. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan
bertentangan dengan hak asasi manusia.
b. Kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus
mendapatkan ridho Allah SWT karena merupakan motivasi
spiritual yang harus diraih jika negara dan bangsa ini ingin
berdiri dengan kokoh.
c. Adanya masa depan yang harus diraih.
d. Cita–cita harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Konsepsi UUD 1945 dalam mewadahi perbedaan pendapat
dalam masyarakat
Paham Negara RI adalah demokratis, karena itu idealisme
Pancasila yang mengakui adanya perbedaan pendapat dalam
kelompok bangsa Indonesia. Hal ini telah diatur dalam undang–
undang pelaksanaan tentang organisasi kemasyarakatan yang
tentunya berdasarkan falsafah Pancasila.
6. Konsepsi UUD 1945 dalam infrastruktur politik
Infrastruktur politik adalah wadah masyarakat yang
menggambarkan bahwa masyarakat ikut menentukan keputusan
politik dalam mewujudkan cita–cita nasional berdasarkan falsafah
22
bangsa. Pernyataan bahwa tata cara penyampaian pikiran warga
negara diatur dengan undang–undang.
J. Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
1. Situasi NKRI terbagi dalam periode–periode
Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai 1965
disebut periode lama atau Orde Lama. Ancaman yang dihadapi
datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak
langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara
menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah produk Undang–
Undang tentang Pokok–Pokok Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan
Nomor 29 Tahun 1954. Sehingga terbentuklah organisasi–
organisasi perlawanan rakyat pada tingkat desa (OKD) dan
sekolah-sekolah (OKS).
Tahun 1965 sampai 1998 disebut periode baru atau Orde
Baru. Ancaman yang dihadapi dalam periode ini adalah tantangan
non fisik. Pada tahun 1973 keluarlah Ketetapan MPR dengan
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN, dimana terdapat penjelasan
tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Lalu pada
tahun 1982 keluarlah UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan–
Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik
Indonesia, dengan adanya penyelenggaraan Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara dari Taman Kanak–Kanak hingga
Perguruan Tinggi.
Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi,
untuk menghadapi perkembangan jaman globalisasi maka
diperlukan undang–undang yang sesuai maka keluarlah Undang–
Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang mengatur kurikulum Pendidikan kewarganegaraan, yang
kemudian pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan negara dengan
23
warga negara, antara warga negara serta Pendidikan Pendahuluan
Bela Negara. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan,
sehingga keluaran peserta didik memiliki semangat juang yang
tinggi dan kesadaran bela negara sesuai bidang profesi masingmasing
demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
Perguruan Tinggi perlu mendapatkan Pendidikan
Kewarganegaraan karena Perguruan Tinggi sebagai institusi ilmiah
bertugas secara terus menerus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan Perguruan Tinggi sebagai instrumen nasional
bertugas sebagai pencetak kader-kader pemimpin bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi diberikan
pemahaman filosofi secara ilmiah meliputi pokok-pokok bahasan,
yaitu : Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik dan
Strategi Nasional.